Jumat, 06 September 2019

Belajar Ilmu Sosial dari Gus Dur

Untuk kegiatan KPG(Kelas Pemikiran Gus Dur) 2~ Unwahas Semarang
Sedikit bingung ketika diminta menulis Esai tentang Gus Dur, sadar diri pula bahwa penulis adalah orang yang masih perlu banyak pengetahuan tentang beliau, disini penulis teringat bahwasannya pernah memegang dan sedikit membaca buku milik teman yang tentunya masih penulis ingat dengan jelas sampulnya yaitu seorang Tokoh besar yang sedang tertawa, KH. Abdurrrahman Wahid. Buku tadi bersampul hijau dengan judul Gus Dur dan Ilmu Sosial Transformatif dengan pengarangnya Syaiful Arif, Lagi - lagi penulis masih awam dengan nama pengarang buku tersebut. Namun akhir – akhir ini penulis sedikit tahu tentang latar belakang pengarang. 
Ketika itu, terlintas dalam benak penulis untuk menulis Esai dengan rujukan buku tersebut dan meminjam ke teman penulis, namun mengingat waktu ini adalah waktu libur kampus dan pemilik buku tersebut sedang mudik, akhirnya penulispun memilih untuk mencari buku itu di Perpustakaan Umum Semarang, namun penulis tidak menemukannya, sehingga penulis mengambil jalan pintas karena keterbatasan waktu dan deadline pengumpulan yang semakin dekat, akhirnya penulis mencari e-booknya dan Alhamdulillah ketemu. Dan mulailah buku itu dibaca, dari situ penulis mendapatkan sebuah pemahaman baru, khususnya mengenai sosok yang wujudnya acapkali menghiasi dinding di kediaman penulis yang berada di Tengah Kota Semarang, Jawa Tengah. Itu pula agaknya yang menuntut penulis untuk mendekatkan diri pada spektrum pemikiran beliau yang “konon” sangat luas itu.
Dari buku inilah, penulis sedikit memahami bahwa percikan-percikan pemikiran Gus Dur, yang dilukis melalui buku ini dengan cara mencoba mendedahkan salah satu dari sekian banyaknya tafsir atas spektrum pemikiran Gus Dur. Meminjam istilah Ulil Abshar Abdalla, bahwa sosok satu ini ibarat sebuah teks terbuka. Dan karena sifatnya yang terbuka itu, maka memungkinkan tafsir yang tidak tunggal. Tafsir-tafsir itu semacam pelabelan liberalisme, tradisionalisme, post-tradisionalisme, modernisme, bahkan neo-modernisme seperti yang diutarakan Greg Barton, Indonesianis asal Australia.
Di sinilah tafsiran yang dilakukan oleh Syaiful Arif, yang mencoba menguak pemikiran Gus Dur lewat kacamata ilmu sosial. Sepertinya hal ini yang menurut santri Pesantren Ciganjur ini lebih pas disandingkan pada diri Gus Dur, khususnya atas apa yang dilakukan beliau dalam transformasi sosial dan keagamaan. Yakni pembebasan dari belenggu kolonialisme kekuasaan yang terbukti menghapus hak-hak rakyat terutama minoritas.
Pembebasan seperti apa yang diinginkan Gus Dur? Berbeda dengan Marx, pembebasan yang dilakukan oleh Gus Dur tidak mengenal adanya kelas-kelas seperti apa yang diutarakan kaum Marxian, juga karena meniadakan agama sebagai salah satu fundamen terpenting dalam arah transformasi sosial. Bagi beliau, agama khususnya Islam adalah fundamen utama guna dijadikan media pembebasan dari segala jerat hegemoni dan ideologisasi.
Itulah mengapa beliau menyebut Islam sebagai etika sosial. Maka etika yang seringkali menjadi perdebatan antar pemikir, sastrawan, budayawan maupun filsuf menjadi amat benderang di mata Gus Dur kini. Jikalau menengok lebih mendalam tentang etika sosial ini, bagi Gus Dur dimaknai sebagai sebuah bentuk pembanding bagi modernitas yang cenderung individualistis, dan  seringkali kering secara spirirutalitas. Maka etika sosial seperti inilah yang harus menjadi basis pergerakan bagi muslim dalam kehidupan, yang tidak silau pada budaya-budaya modernitas.
Maka, melalui buku inilah, agaknya corak pemikiran ilmu sosial Gus Dur yang begitu luas itu mampu diterjemahkan dengan baik. Hingga membukakan tabir bagi kita bahwa sosok satu ini juga mewariskan khazanah ilmu sosial untuk kita yang bertujuan pembebasan kemanusiaan secara manusiawi, khususnya bagi generasi penerus yang harus terus dielaborasi dan dieksplorasi. Namun, lagi-lagi memperbincangkan berbagai warisan Gus Dur memang tidak akan pernah habis. Karena jikalau kita mau tengok, Gus Dur tidak hanya mewariskan hal ini saja. Banyak sekali sisi keilmuan beliau yang  perlu kita cari tahu dan kita gali kembali lebih mendalam.

Sarah, 2016

Sabtu, 12 Mei 2018

Isu-isu gender kontemporer di diskusi SGF 2017

Isu-isu gender kontemporer di SGF 2017

Jadi mereka (peserta SGf) diminta untuk mengelompok dan membahas isu-isu tentang ketimpangan gender dalam ranah politik, hukum, ketenaga kerjaan, ekonomi, sosial budaya, kesehatan, media  ataupun agama. Kedudukan perempuan dalam memegang politik, disini walaupun perempuan diberi kursi jabatan dalam eksekutif maupun yudikatif namun suara mereka dalam berpendapat juga tidak sering didengar atau justru perempuan sendiri yang minder dalam mengeluarkan pendapat. Kemudian tentang hukum, dari produk hukum dan penegak hukumnya masih dirasa mendiskriminasi perempuan. Pembahasan tentang poligami. Kenapa hanya lelaki yang bisa poligami? Kenapa perempuan tidak boleh poliandri?  Sebenarnya,  poligami itu maklum jika seorang laki-laki itu adil, namun perilaku adil itu sangat sulit karena beda 0,000001% saja dalam memperlakukan istri dianggap itu tidak adil. Dan adanya poliandri akan membuat bingung untuk menentukan siapa si penanam benih. Adanya ketimpangan ekonomi, ketika seorang istri memutuskan untuk bekerja diluar rumah namun seorang suami tetap meminta istrinya untuk selalu mengerjakan kegiatan rumah hal ini disebut beban ganda. Apalagi apabila bekerja di luar negeri, lagi-lagi perempuan disalahkan karena tidak bisa mengurus rumah tangga, suami dan anaknya. Adapun dalam kesehatan, adanya peningkatan angka kematian ibu dan memberi beban kependudukan kepada ibu, karena meminta ibu untuk KB. Dan media pun menyoroti, perempuan dianggap sebagai isu seksi yang selalu dijadikan bahasan yang tidak pernah habis. Begitulah Isu-isu gender kontemporer yang didiskusikan  oleh sahabat dan sahabati dalam Sekolah Gender dan Feminisme.

Jumat, 04 Mei 2018

Adakah Perempuan yang Mencintaimu Sesabar Aku?

Adakah Perempuan yang Mencintaimu Sesabar Aku?

Kamu hadir di hidupku sesukamu. Kamu datang saat kamu bosan dengan rutinitasmu. Menghubungiku saat kamu tak punya teman lain untuk dihubungi. Kamu lebih banyak hilang ketimbang datang. Kamu tak ingat aku saat kamu sibuk dengan duniamu. Kamu tak menghubungiku saat banyak orang menghubungimu. Kamu enggan menemuiku meski kukatakan rindu padamu menyiksaku.
Aku sepenuhnya sadar, bahwa aku tak diistimewakan dalam daftar pemeran hidupmu. Aku—mungkin—hanya figuran?

Kamu, yang telah membuatku jatuh.
Biar kutanya lagi padamu.
Adakah perempuan yang mencintaimu sesabar aku?

Saat kamu lebih memilih tidur ketimbang mengangkat panggilan dariku. Saat kamu lebih memilih nongkrong dengan teman-temanmu ketimbang menemaniku. Saat kamu lebih memilih pergi dengan teman-temanmu ketimbang pergi denganku. Saat kamu lebih memilih meladeni perempuan lain ketimbang membalas pesan dariku. Pernahkah aku marah? Adakah aku menunjukkan cemburu?
Kamu tahu betapa sulit aku menekan perasaanku sendiri? Aku juga ingin seperti perempuan lain, yang bisa menunjukkan perasaannya dengan leluasa tanpa takut kehilangan. Tapi aku tak bisa begitu, aku sangat berhati-hati denganmu. Aku takut kamu tak suka jika aku cemburu, aku takut kamu marah jika aku kesal padamu, aku takut kamu jengah jika aku menunjukkan rasa kecewaku. Aku takut kehilanganmu, ketahuilah itu.
Denganmu, aku belajar untuk tidak egois. Sabar adalah caraku menjaga kamu.
Aku tahu rasa ini sepihak.
Hanya aku yang memikirkanmu lebih.
Hanya aku yang menyayangimu tulus.
Hanya aku yang terlalu peduli.
Hanya aku yang terlanjur cinta.
Hanya aku yang berjuang.
Dan aku tetap bertahan.

Apakah aku bodoh? Kurasa, setiap orang akan berada pada titik paling bodoh saat mencintai.
Kamu—kata temanku—bukan pria yang baik. Tapi hatiku telah terkunci pada pria sepertimu. Jadi yang bisa kulakukan hanya menjalani meski sering tersakiti. Karena pergi bukan pilihan yang ada dalam kepalaku.
Cinta, masihkah kurang pengorbananku untukmu? Aku—sebenarnya—tak suka berhitung. Tapi disini, coba kita sedikit mengingat.

Tak sengaja melihat gambarmu  dengan wanita lain. Namun, Seolah aku yang tak melihat hanya patung bisu. Kamu bilang hanya becanda. Tahukah kamu betapa palsu tawa yang terlontar dari bibirku?
Didepan temanmu, kamu pura-pura tak melihatku bahkan pura pura tak mengenaliku saat jelas-jelas aku memandangimu lekat dengan mataku. Tahukah kamu betapa aku merasa diabaikan saat itu?
Tapi aku tetap saja menempatkan kamu, sebagai satu-satunya pria yang mengisi ruang kosong di pikiran juga hatiku. Kurang apa aku padamu, cinta?
Banyak, masih banyak keping sabar yang kuserahkan cuma-cuma padamu.

Dan yang paling menyakitkan, biar kutempatkan di akhir.
Ini belum terjadi dan semoga saja tidak. Apabila kamu marah padaku karena aku memberikan perhatian yang tulus padamu. Dan nantinya kamu bilang aku mengganggu. Tapi di saat yang sama, kudapati kamu begitu mesra dengan wanita lain.

Kamu, silahkan datang dan hilang sesukamu karena itu hakmu. Silahkan dekati siapapun sebanyak yang kamu mau karena itu hidupmu. Silahkan bersikap semaumu karena aku tak punya hak mengatur kamu.
Dibanding kehilangan kamu, aku lebih mampu bertahan. Tak pernah bosan kuselipkan harapan agar suatu saat keras hatimu luluh. Tak pernah lelah kukirim angan agar suatu saat kamu berubah. Dan sejauh waktu yang panjang hingga sampai pada suatu saat itu, biar aku bersabar mencintaimu.
Terakhir, untukmu.
Kelak, saat kamu mendapati dirimu merenung. Kamu akan sadar.
Sangat sulit, menemukan perempuan yang mencintaimu sesabar aku.

Sabtu, 26 Desember 2015

Ancaman Fundamentalisme terhadap NKRI



Ancaman Fundamentalisme terhadap NKRI
Oleh: Ayu Nurul Sarah
Dewasa ini, telah banyak terlihat diberbagai belahan dunia beberapa gerakan yang mengatas namakan beberapa agama. Banyak perspektif yang muncul dikalangan masyarakat dunia. Sebagian diantaranya beranggapan bahwa gerakan tersebut hanyalah sebuah prospek, sebagian lainnya beranggapan hal ini adalah ancaman, ada juga yang acuh tak acuh sedang secara tidak langsung ataupun langsung mereka juga merasakan akibatnya. Asumsi bahwa gerakan keagamaan adalah sebuah ancaman secara jelas ancaman militer adalah fokus utamanya, namun ada sudut lain yang lebih membahayakan yaitu ancaman nirmiliter atau biasa disebut ancaman asimetris.
Penguasaan terhadap suatu Negara dengan cara-cara lama melalui jalan perang secara langsung sudah mulai ditinggalkan berganti dengan strategi perang secara tidak langsung dengan menguasai kehidupan secara multidimensi. Di sadari atau tidak, ancaman asimetris adalah “bom waktu” yang siap meledak sewaktu- waktu dimanapun dan kapanpun. Lingkup mendasar asimetris ini adalah ideologi.
                  Setelah keruntuhan Uni Soviet paham komunis memudar popularitasnya. Namun, bila menerawang sejarah ibu pertiwi belasan tahun silam, Indonesia menjadi salah satu basis komunis yang beberapa kali melakukan kudeta melawan pemerintahan dan berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis. Metamorfosis dari penganut paham komunis yang telah melebur kedalam elemen-elemen masyarakat melalui buku-buku tulisan komunis yang disebarluaskan sewaktu-waktu dapat mengancam Indonesia.
            Adanya gerakan radikalisme, atau gerakan yang menaruh harapan kuat terhadap kerajaan Tuhan yang akan datang di bumi dimana ditandai dengan kedamaian serta keadilan, yang memiliki keinginan merubahan suatu kondisi atau semua aspek kehidupan masyarakat hingga tuntas. Gerakan tersebut memberikan indikasi bahwa ancaman beberapa ideologi masih potensial. Disebabkan oleh paham ini ideologi Pancasila cenderung tergugah dengan adanya kelompok-kelompok tertentu yang mengedepankan faham liberal atau kebebasan tanpa batas. Para intelektual melalui peperangan informasi baik melalui radio, televisi hingga internet mengembangkan pengaruh ini. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal itu terjadi, akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
            Dari sudut pandang yang berbeda terlihat suatu gerakan yang tidak kalah ketenaranya dengan gerakan radikalisme. Fundamentalis adalah sebuah keyakinan serta keinginan untuk mengembalikan segala tatanan Negara ataupun dunia kepada dasar - dasar agama, sehingga hal ini lah yang  menimbulkan masyarakat memberi pengertian positif dan negatif. Dari sisi positif,  fundamentalisme diartikan sebagai pemecahan masalah dalam ranah kemaslahatan publik yang didasari dari kitab – kitab agama, dalam pengertian fundamentalis positif dapat kita ambil contoh gerakan orientalis dalam Kristen, gerakan Hizbut Tahrir dalam Islam. Dalam hal ini agar mendapatkan pengakuan dari suatu Negara, mereka memasukan ideologi mereka dengan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung, mereka tidak serta merta melakukan pergerakan secara fisik tetapi dengan mengikis ideologi yang semula dianut dengan sesuatu yang berlainan dengan ideologi awal.
            Sudah jelas bahwa Fundamentalisme positif yang dikatakan masyarakat memang sebuah ancaman ideologi, sedangkan fundamentalisme dalam artian negatif adalah suatu konsep bahwa teks dalam kitab – kitab agama tadi sebagai sumber kekerasan yang disebut sikap radikalisme ekstrem contohnya seperti ISIS ( Islamic State of Iraq and Syiria ) yang muncul dari situasi politik Timur Tengah yang tak ujung usai akibat perang berkepanjangan di Irak, Suriah, Mesir, dan Yordania beberapa tahun terakhir. Sehingga dari beberapa dialog dan diskusi fundamentalisme selalu dikait – kaitkan dengan radikalisme. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemprakarsa gerakan radikalisme yaitu spirit fundamentalisme.
Bagi kaum Fundamentalis, agama adalah ekspresi tatanan Tuhan, sebagaimana secara skematis dipertentangkan dengan tatanan sekuler kita. Dalam perspektif ini, kekuasaan Tuhan menggantikan kekuasaan manusia. Hal ini sebenarnya memperjelas kenyataan bahwa fundamentalisme bukan semata kebangkitan pandangan dunia agama pramodern. Fundamentalisme lebih merupakan preferensi kebijakan praktis, para fundamentalis tidak memperdebatkan tentang klub – klub intelektual, juga tidak menyibukkan diri ikut dalam kontroversi teologis. Padahal yang kita ketahui latar belakang munculnya gerakan fundamentalisme adalah atas dasar teologis yang sangat radikal, keras, tidak toleran, tertutup dari pengaruh luar, tidak kenal kompromi.
Para fundamentalis agama adalah para aktivis ideologis dan politis terutama yang berkaitan dengan kekuatan politik. Ia bukan fundamentalisme agama yang terbatas pada Islam. Sebagaimana diperlihatkan oleh banyak review pemikiran tentang peristiwa – peristiwa politik di Dunia, ia lebih merupakan fenomena global. Penggunaan agama untuk tujuan – tujuan politik lebih jauh dapat diamati disemua agama besar dunia, termasuk Hinduisme, Buddhisme, Confusianisme, Kristen dan Yahudi. Di dunia modern, seperti dunia – dunia masa lalu yang dicirikan oleh diversitas budaya, wilayah – wilayah atau pandangan  - pandangan dunia menuntut kesadaran peradaban dengan menggandengkan kultur – kultur lokal bersama – sama secara politik. Dalam konteks ini fundamentalisme agama bergerak ke tengah sebagai ekspresi ideologi politik.
Para fundamentalis agama juga menolak adanya demokrasi, mereka menilai konsep demokrasi sebagai kedaulatan rakyat sangat bertentangan dengan konsep kedaulatan Tuhan. Pemikir –pemikir yang teosentrik itu, yang kebanyakannya mengutip pandangan dari pemikir yang sama pada abad pertengahan, menilai bahwa pengakuan kedaulatan manusia merupakan pelanggaran akidah. Menurut mereka, jika manusia memiliki kedaulatan, berarti mereka berhadapan dengan kedaulatan Tuhan, sebagai satu – satunya kedaulatan yang diakui dalam konsep teologi fundamenlisme.
Memang benar, bahwa kedaulatan transenden atau hakikinya kedaulatan adalah milik Tuhan, tetapi ketika kedaulatan Tuhan akan dilaksanakan dimuka bumi, maka ia harus diterjemahkan dalam bentuk pemerintahan (kedaulatan) manusia yang menyejarah. Dengan ini makna manusia sebagai kholifah Tuhan ialah kedaulatan Tuhan terlaksana dan membumi, diselenggarakan dalam bentuk kedaulatan manusia yang menyejarah dan membudaya dalam ruang dan waktu   dalam sebuah Negara.
Begitulah yang dilakukan oleh para fundamentalis agama, mereka menegakkan keyakinannya  dengan  cara mengonsep dunia yang khusus berdasarkan agama, mereka memberikan alasan – alasan untuk menarik garis – garis kesalahan di antara peradaban yang bersaing. Dalam kapasitas ini, fundamentalisme agama menjadi ideologi untuk mendorong konflik, bukan strategi untuk membantu perdamaian antara budaya – budaya lokal dan peradaban regional. Butir – butir ideologi fundamentalisme yang mulai berkembang di Dunia bahkan sudah merasuk ke Indonesia dan mengancam ideologi kita. Ideologi Pancasila.
Akibat adanya ideologi fundamentalisme itu selalu timbul masalah dari umat beragama di Indonesia yaitu hubungan timbal balik antara agama dan Pancasila. Pengamalan Pancasila sebagai ideologi Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, merupakan kewajiban konstitusional. Namun, dalam konteks ini, Pancasila harus pula dipandang sebagai bagian ajaran luhur semua agama, karena memang Pancasila itu sendiri telah mengandung nilai – nilai agama. Walaupun selama ini ada semacam slogan bahwa Pancasila tidak bisa diagamakan dan agama tidak boleh diPancasilakan. 
Pancasila memang bukanlah agama dan tidak merupakan sinkretisasi ajaran agama – agama, tetapi Pancasila bukan pula produk pemikiran sekuler yang bertentangan dengan budaya religius Indonesia. Pancasila adalah anak kandung dari budaya Indonesia yang sudah sejak dahulu kala menjadikan  agama sebagai etosnya. Karena itu tak ada jalan bagi perusak ideologi yang mengatas namakan agama untuk melepaskan Pancasila menjadi sekuler, sebab hal itu berarti memisahkan bangsa Indonesia dari jati diri religiusnya. Sehingga tak ada jalan untuk memformalkan agama tertentu dalam memaknai Pancasila, apalagi ingin menggantikannya, karena hal itu merupakan pengingkaran terhadap keragaman agama, etnis dan budaya yang sudah menjadi diri keIndonesiaan kita.
Adanya garis – garis kesalahan ini, manusia harus mulai membangun jembata – jembatan (penghubung), bukan peperangan, diantara peradaban – peradaban. Kita harus meninjau pemahaman bagaimana peradaban berfungsi dan berinteraksi, dan kita perlu mengidentifikasi apa yang benar – benar menentukan perasaan identitas masyarakat dan komitmen – komitmen yang meninggalkan kerangka fundamentalisme. Mengamalkan nilai – nilai  universal agama dengan cara tidak egois pada satu konsep agama dalam konteks kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat secara keindonesiaan adalah pengamalan cara hidup ber-Pancasila.
Jadi untuk menangkal ancaman gerakan yang mengatas namakan agama di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) perlu bagi kita memahami arti ideologi Pancasila. Menurut founding father, Pancasila sebagai ideologi Indonesia merupakan konsep yang utuh dan memiliki tameng yang luar biasa bagi kemakmuran NKRI. Maka dari itu kita harus menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia.

Rabu, 18 November 2015

Islamisasi Ilmu Pengetahuan



Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Oleh : Ayu Nurul Sarah
Islamisasi merupakan salah satu kata yang sudah tidak asing lagi didengar. Islamisasi dapat didefinisikan sebagai proses pengislaman. Proses pengislaman ini tidak hanya diperuntukan terhadap manusia, tetapi juga diperuntukan terhadap hal-hal yang menyangkut kemaslahatan umat. Salah satu hal yang menyangkut kemaslahatan umat adalah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dapat menjadi salah satu media untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan maju. Namun apakah semua ilmu pengetahuan yang dipelajari umat manusia sesuai dengan ajaran Islam? maka dengan adanya Islamisasi Ilmu Pengetahuan akan mampu menghilangkan keraguan dalam mendalami suatu ilmu.
Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan istilah yang menjelaskan berbagai usaha dan paradigma untuk menyelaraskan antara etika Islam dengan berbagai bidang ilmu. Sehingga, hasil akhirnya akan menjadi ijma’ (kesepakatan) baru bagi umat Islam dalam bidang keilmuan yang sesuai dengan metode ilmiah yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama Islam. kita tahu bahwa ilmu selalu mengalami pembaharuan dan perbaikan sesuai dengan kaidah. Ilmu selalu berada dari yang kurang menjadi sempurna, yang kabur menjadi jelas, yang bercerai berai menjadi terpadu, yang keliru menjadi lebih benar dan yang masih rekaan menjadi lebih meyakinkan.Dari hal tersebut diatas dapat ditarik benang merahbahwa yang dimaksud Islamisasi Ilmu Pengetahuan adalah suatu usaha untuk menciptakan ilmu pengetahuan Islami yang berdasarkan pada nilai-nilai Islam yang terlepas dari pengaruh ilmu pengetahuan yang ada di Barat.
Dikotomi Ilmu Pengetahuan
Menapak tilasi mata kuliah Ilmu Pendidikan dimana membahas tentang Hegomoni Peradaban Barat atas Timur,dimana Hegomoni sendiri diartikan sebagai hubungan antara penjajah-terjajah, subyek-obyek, penindas-tertindas. Apa saja yang dihegemoni? Tentunya banyak hal seperti ideologi, budaya, bahasa, politik, militer, ekonomi, teknologi dan termasuk juga ilmu pengetahuan. Pada empat abad pertama sejak munculnya Islam memang terlihat  kejayaan peradaban Islam dimana ilmu pengetahuan berkembang pesat. Namun, setelah itu terlihat adanya kemunduran peradaban.
Kemunduran peradaban atau yang disebut dengan “Cultural Decline” yang diawali dengan munculnya fenomena dikotomi antara “Islamic Knowledge” dan “Non-Islamic Knowledge” mulai menghinggapi umat Islam yang hanya mengkhususkan pengembangan ilmu-ilmu agama, dari sisi ini pula terlihat kemunduran Islamic civilization karena non-Islamic knowledge yang sudah tidak menjadi perhatian lagi dalam dunia pendidikan Islam. Lalu setelah abad ke 12 makna ulama mengalami penyempitan sebagai sosok yang hanya memperkaya diri dengan ilmu-ilmu agama khususnya ilmu fiqih dan akhirnya pada periode ini dan seterusnya fiqih menjadi induk ilmu dan mengasingkan ilmu-ilmu lain.
Cara Mengislamkan Kembali
Dan sekarang kita hidup pada abad ke 21 dimana peradaban Islam tidak pernah mencapai puncak finalnya, masih terasa pula hegemoni bangsa Barat. Jika begitu bisa dihitung berapa tahun umat Islam tertinggal, dimulai sejak abad 12 ke abad 21 kurang lebih 9 abad atau 900 tahun umat Islam tertinggal. Selama itu pula para Ilmuwan Barat berlomba-lomba dalam mengkaji Qur’an dan Hadits serta kitab-kitab yang kita sebut orang Orientalis, lalu bagaimana dengan kita umat Islam yang hanya penikmat kajian mereka tanpa menelaah kembali? Selama ini umat Islam hanya membaca dan menghafal al-Qur’an. Padahal al-Qur’an berisi tentang 3 hal yaitu Sosial humaniora, Sains dan Teknologi, dan Ilmu Pengetahuan Agama. Sementara selama ini umat Islam hanya mempelajari Ilmu Pengetahuan Agama yang bahkan hanya fokus terhadap fiqih saja.Disadari atau tidak ternyata selama ini umat Islam telah tergerus oleh faham Fatalisme yang merenggut etos kerja dan mengandaskan idealisme hari ini dan esok.
Lalu bagaimana mengIslamkan Ilmu pengetahuan yang dalam berbagai bidang tersebut? Coba tengok kembali keagungan peradaban Islam di masa lampau, sehingga perlu bagi kita untuk menekuni dengan intensif dan seksama dan menirunya. Kemajuan peradaban Barat yang menguasai dunia sampai hari ini juga perlu diarifi, karena Islam memberi petunjuk bahwa wisdom dari manapun berasal (min ayyi wi’a), selayaknya diserap secara bijak. Tanamkan pula pada diri kita bahwa manusia sebagai Agen of Change yaitu aktor perubahan dan peradaban merupakan proses yang akan terus berjalan, dengan kata lain sebuah keputus asaan terhadap realita sosial yang korup tidak ada dalam vocabulary Islam.
Integrasi Ilmu UIN Walisongo
Pembahasan tentang integrasi ilmu pengetahuan dan ilmu agama tidak lepas dari lingkungan terdekat kita, kita tengok kembali transformasi IAIN Walisongo yang telah berganti menjadi UIN sejak Oktober 2014 lalu, yang diharapkan menjadi salah satu pusat kajian dan pengembangan Islam di Indonesia. Yakni, pusat kajian dengan ciri khas keIslaman, keindonesiaan, dan kemodernan. Perubahan menjadi UIN akan menjadi integrasi ilmu umum dan ilmu agama. Dengan hal itu UIN diharapkan bisa mewujudkan Islam yang akomodatif, tanggap terhadap perubahan, dan adaptif. 
Dapat dilihat pada Logo UIN Walisongo, bentuk logo UIN Walisongo adalah lentera, melambangkan ilmu pengetehuan yang menyinari kehidupan. Terlihat pula dalam logo empat simpul geometri yang bersinggungan dan berpadu satu sama lain sehingga membentuk empat ruas. Empat ruas tersebut mewakili empat aspek utama pengembangan UIN Walisongo yaitu theo-anthroposentris, humanisasi ilmu-ilmu keIslaman, spiritualisasi ilmu-ilmu modern, dan revitalisasi local wisdom. Theo-anthroposentris yang berarti perpaduan antara pengetahuan dari Tuhan dan manusia, Humanisme ilmu-ilmu keIslaman yang berarti pemberdayaan masyarakat melalui ilmu pengetahuan Islam, Revitalisasi local wisdom yang berarti usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu, Spiritualisasi ilmu-ilmu modern yaitu memodernisasikan ilmu-ilmu.
Dari beberapa hal itulah, tentunya untuk mencapai itu semua diperlukan dukungan dari seluruh elemen baik internal maupun eksternal. Segala sesuatu membutuhkan perubahan, tentu saja ke arah yang lebih baik. Transformasi IAIN menjadi UIN bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan, namun ini adalah awal dari sebuah kemajuan karena kualitas pendidikannya semakin baik. Dan inilah integrasi keilmuan yang berjalan secara harmonis dan saling mengisi.

Menulis Merupakan Bentuk Kontribusi Pemuda terhadap Bangsa



Menulis Merupakan Bentuk Kontribusi Pemuda terhadap Bangsa
Oleh : Ayu Nurul Sarah
            Banyak orang yang menganggap meneliti tidak banyak merubah keadaan sebuah bangsa. Karena hasil sebuah penelitian tetaplah sebuah tulisan yang selesai di baca tidak menuntut perubahan, atau bahkan sekedar menjadi jejeran buku di rak penelitian. Dialek pemikiran yang seperti itu merupakan kesalahan yang fatal, banyak orang-orang besar yang berkembang melalui sebuah tulisan. Pada hakikatnya tulisan itulah yang mampu mematangkan pola pikir mereka sebagai faktor pendukung munculnya sebuah tindakansehinggamampu menumbuhkan kreativitas dari setiap individu.
            Tulisan yang banyak dikaji pada masa kini adalah penelitian. Karena penelitian merupakan tulisan hasil tinjauan real dari kehidupan sosial masyarakat. Dengan memunculkan sebuah masalah dan memberikan solusi terbaik guna pemecahannya. Sehingga kiprah dari tulisan itu bisa langsung di aplikasikan dalam sebuah masyarakat. Banyak sekali kaum muda yang terinspirasi setelah membaca sebuah penelitian yang dianggapnya menarik. kemudian ia berusaha menemukan kekurangan dari penelitian tersebut dan menyempurnakannya dengan penelitian terbarunya. Kita sering menjumpai di beberapa karya besar imam Syafi’i yang sesungguhnya merupakan hasil inspirasi dari karya Abu Hanifah dan imam Malik. Andai kata di kaji lebih mendalam maka kita akan menemukan karya Syafi’i merupakan sebuah karya penyempurnaan dari andil 2 imam besar yang menjadi gurunya.
            Golongan muda dekade ini banyak memanfaatkan waktu untuk memenuhi kebutuhan emosional, sehingga pemikiran mereka sering terkesan membeku. Susah untuk menyampaikan apa yang menjadi uneg- uneg gara-gara kurangnya ke-pede-an. Menulis adalah jalan mujarab untuk mengatasinya, perantara gesekan pena dan kertas lah yang mampu mengungkapkan pemikiran mereka. Kreativitas sering kali bermunculan melalui sebuah tulisan karena mereka bisa leluasa menyampaikan gagasannya tanpa terhalang oleh faktor temperamental.
            Menulis dalam penelitian adalah menjawab sebuah persoalan. Ketajaman analisa sangat dibutuhkan untuk pengujian hipotesis nya. Hal tersebut dapat di identifikasi melaluikelengkapan penyajian data, objektivitas data dan juga dari pengalaman yang pernah di alami oleh si peneliti pada waktu dulu.
            Imaginasi akan efektifnya sebuah metode bila hanya dibayangkan dalam kehidupan masyarakat akan tetap menjadi angan- angan jika kita tidak memulai menulis dan meneliti nya. Sering kali ketika terjadi kejadian yang tidak sekehendak kita, maka secara reflek otak akan berfikir solusi terbaik untuk membuat kondisi lebih menguntungkan. Disitulah pentingnya penelitian. Misalkan ketika seorang guru tidak mampu mengapresiasi muridnya untuk mengeluarkan ide-ide mereka,kemudian seorang anak secara reflek akan berfikir untuk menambah tegangan pada kondisi tersebut. Misal dengan memainkan sebuah game maka hal itu akan memicu para siswa berfikir keras demi menemukan sebuah ide guna kemenangannya dalam game tersebut. Hal itu akan menjadi lebih menarik bukan?. Angan tersebutlah yang harus ditindak lanjuti dengan penelitian guna menguji keefektifan metode game yang ada pada benak si anak. Sehingga secara real bisa di sampaikan penemuan yang telah di buktikan.
            Masalah adalah awal mula adanya kegiatan mengkaji dan meneliti. Kontribusi dari meneliti inilah yang kemudian dapat memecahkan permasalahan. Karena penelitian tidak sekedar menulis sebuah tulisan tapi juga pemberian kontribusi untuk sebuah persoalan. Seorang peneliti akan dengan mudah menemukan permasalahan yang di hadapi oleh bangsanya. Karena meneliti merupakan usaha menemukan solusi yang ingin dicapainya. Sehingga tulisan tersebut bisa dimanfaatkan para pejuang bangsa dengan mengaplikasikan hasil dari penelitian kepada masyarakatnya.
            Meneliti juga pembelajaran yang sangat baik yang bisa dilakukan generasi muda untuk meneguhkan keberadaannya di pengembangan bangsa yang sudah merdeka ini. Dengan belajar meneliti generasi muda akan lebih peka terhadap permasalahan kecil dan besar yang sedang dihadapi oleh bangsanya. Pemikiran-pemikiran cemerlang merekalah yang memberikan kepercayaan penuh untuk pejuang bangsa. Terbukti pada era reformasi yaitu kebanggaan bung karno akan peran satu generasi muda berbanding dengan 1000 generasi lanjut usia. Dari meneliti inilah pemikiran mereka bisa tersalurkan untuk membangun bangsa dengan banyak kreativitas. Sehingga tersebutlah bangsa yang di junjung tinggi martabatnya.
            Namun Sering kali menulis hanya berupa coretan tanpa makna karna tidak terarah nya tujuan dan tidak adanya sistematika yang baik dan benar untuk mengaturnya. Sangat berbeda dengan penelitian yang mengarahkan kita pada tujuan yang jelas serta cara menulis yang sistematis dengan kaidah yang benar sehingga bisa diterima oleh kalayak umum.
            Setumpuk kata tentang pentingnya penelitian untuk memberikan kontribusi nya kepada bumi pertiwi. Mengasah motivasi untuk berperan demi kesuksesan bersama. Sekian dan terima kasih.