Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Oleh : Ayu Nurul Sarah
Oleh : Ayu Nurul Sarah
Islamisasi merupakan salah satu kata yang sudah tidak asing
lagi didengar. Islamisasi dapat didefinisikan sebagai proses pengislaman.
Proses pengislaman ini tidak hanya diperuntukan terhadap manusia, tetapi juga
diperuntukan terhadap hal-hal yang menyangkut kemaslahatan umat. Salah satu hal
yang menyangkut kemaslahatan umat adalah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
dapat menjadi salah satu media untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan
maju. Namun apakah semua ilmu pengetahuan yang dipelajari umat manusia sesuai
dengan ajaran Islam? maka dengan adanya Islamisasi Ilmu Pengetahuan akan mampu
menghilangkan keraguan dalam mendalami suatu ilmu.
Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan istilah yang
menjelaskan berbagai usaha dan paradigma untuk menyelaraskan antara etika Islam
dengan berbagai bidang ilmu. Sehingga, hasil akhirnya akan menjadi ijma’
(kesepakatan) baru bagi umat Islam dalam bidang keilmuan yang sesuai dengan
metode ilmiah yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama Islam. kita tahu
bahwa ilmu selalu mengalami pembaharuan dan perbaikan
sesuai dengan kaidah. Ilmu selalu berada dari yang kurang menjadi sempurna,
yang kabur menjadi jelas, yang bercerai berai menjadi terpadu, yang keliru
menjadi lebih benar dan yang masih rekaan menjadi lebih meyakinkan.Dari hal
tersebut diatas dapat ditarik benang merahbahwa yang dimaksud Islamisasi Ilmu Pengetahuan adalah suatu usaha
untuk menciptakan ilmu pengetahuan Islami yang berdasarkan pada nilai-nilai Islam
yang terlepas dari pengaruh ilmu pengetahuan yang ada di Barat.
Dikotomi Ilmu Pengetahuan
Menapak tilasi mata kuliah Ilmu Pendidikan
dimana membahas tentang Hegomoni Peradaban Barat atas Timur,dimana Hegomoni
sendiri diartikan sebagai hubungan antara penjajah-terjajah, subyek-obyek, penindas-tertindas.
Apa saja yang dihegemoni? Tentunya banyak hal seperti ideologi, budaya, bahasa,
politik, militer, ekonomi, teknologi dan termasuk juga ilmu pengetahuan.
Pada empat abad pertama sejak munculnya Islam memang
terlihat kejayaan peradaban Islam dimana
ilmu pengetahuan berkembang pesat. Namun, setelah
itu terlihat adanya kemunduran peradaban.
Kemunduran
peradaban atau yang disebut dengan “Cultural Decline” yang diawali
dengan munculnya fenomena dikotomi antara “Islamic Knowledge” dan “Non-Islamic
Knowledge” mulai menghinggapi umat Islam yang hanya mengkhususkan
pengembangan ilmu-ilmu agama, dari sisi ini pula terlihat kemunduran Islamic
civilization karena non-Islamic knowledge yang sudah tidak menjadi
perhatian lagi dalam dunia pendidikan Islam. Lalu setelah abad ke 12 makna
ulama mengalami penyempitan sebagai sosok yang hanya memperkaya diri dengan
ilmu-ilmu agama khususnya ilmu fiqih dan akhirnya pada periode ini dan
seterusnya fiqih menjadi induk ilmu dan mengasingkan ilmu-ilmu lain.
Cara
Mengislamkan Kembali
Dan
sekarang kita hidup pada abad ke 21 dimana peradaban Islam tidak pernah
mencapai puncak finalnya, masih terasa pula hegemoni bangsa Barat. Jika begitu
bisa dihitung berapa tahun umat Islam tertinggal, dimulai sejak abad 12 ke abad
21 kurang lebih 9 abad atau 900 tahun umat Islam tertinggal. Selama itu pula para
Ilmuwan Barat berlomba-lomba dalam mengkaji Qur’an dan Hadits serta kitab-kitab
yang kita sebut orang Orientalis, lalu bagaimana dengan kita umat Islam yang
hanya penikmat kajian mereka tanpa menelaah kembali? Selama ini umat Islam
hanya membaca dan menghafal al-Qur’an. Padahal al-Qur’an berisi tentang 3 hal
yaitu Sosial humaniora, Sains dan Teknologi, dan Ilmu Pengetahuan Agama. Sementara
selama ini umat Islam hanya mempelajari Ilmu Pengetahuan Agama yang bahkan
hanya fokus terhadap fiqih saja.Disadari atau tidak ternyata selama ini umat Islam
telah tergerus oleh faham Fatalisme yang merenggut etos kerja dan mengandaskan
idealisme hari ini dan esok.
Lalu
bagaimana mengIslamkan Ilmu pengetahuan yang dalam berbagai bidang tersebut? Coba
tengok kembali keagungan peradaban Islam di masa lampau, sehingga perlu bagi
kita untuk menekuni dengan intensif dan seksama dan menirunya. Kemajuan
peradaban Barat yang menguasai dunia sampai hari ini juga perlu diarifi, karena
Islam memberi petunjuk bahwa wisdom dari manapun berasal (min ayyi
wi’a), selayaknya diserap secara bijak. Tanamkan pula pada diri kita bahwa
manusia sebagai Agen of Change yaitu aktor perubahan dan peradaban
merupakan proses yang akan terus berjalan, dengan kata lain sebuah keputus
asaan terhadap realita sosial yang korup tidak ada dalam vocabulary Islam.
Integrasi
Ilmu UIN Walisongo
Pembahasan tentang integrasi ilmu pengetahuan
dan ilmu agama tidak lepas dari lingkungan terdekat kita, kita tengok kembali
transformasi IAIN Walisongo yang telah
berganti menjadi UIN sejak Oktober 2014 lalu, yang diharapkan menjadi salah satu pusat
kajian dan pengembangan Islam di Indonesia. Yakni, pusat kajian dengan ciri
khas keIslaman, keindonesiaan, dan kemodernan. Perubahan
menjadi UIN akan menjadi integrasi ilmu umum dan ilmu agama. Dengan hal itu UIN
diharapkan bisa mewujudkan Islam yang akomodatif, tanggap terhadap perubahan,
dan adaptif.
Dapat dilihat pada Logo UIN Walisongo, bentuk
logo UIN Walisongo adalah lentera, melambangkan ilmu pengetehuan yang menyinari
kehidupan. Terlihat pula dalam logo empat simpul geometri yang bersinggungan
dan berpadu satu sama lain sehingga membentuk empat ruas. Empat ruas tersebut
mewakili empat aspek utama pengembangan UIN Walisongo yaitu theo-anthroposentris,
humanisasi ilmu-ilmu keIslaman, spiritualisasi ilmu-ilmu modern, dan
revitalisasi local wisdom. Theo-anthroposentris yang berarti perpaduan
antara pengetahuan dari Tuhan dan manusia, Humanisme ilmu-ilmu keIslaman yang
berarti pemberdayaan masyarakat melalui ilmu pengetahuan Islam, Revitalisasi local
wisdom yang berarti usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi)
untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang
terjadi dalam ruang tertentu, Spiritualisasi ilmu-ilmu modern yaitu
memodernisasikan ilmu-ilmu.
Dari beberapa hal itulah, tentunya untuk
mencapai itu semua diperlukan dukungan dari seluruh elemen baik
internal maupun eksternal. Segala sesuatu membutuhkan perubahan, tentu saja ke
arah yang lebih baik. Transformasi IAIN menjadi UIN bukan sesuatu yang harus
dikhawatirkan, namun ini adalah awal dari sebuah kemajuan karena kualitas
pendidikannya semakin baik. Dan inilah integrasi keilmuan yang berjalan secara
harmonis dan saling mengisi.