Selasa, 22 September 2015

Demo? Apa pentingnya?



Hello My beloved friend…
Sering denger kata “DEMO” gak? Iya, demo. Wah, pasti udah pada tahu dong apalagi para mahasiswa. Apa sih yang terlintas dalam benak kalian pas denger kata demo? ( pertanyaan ini khusushon maba loh ya, bukan mas mbak para aktivis kampus :P ) haha, sebagai mahasiswa anyar aku cukup kepo nih soal demo, harap dimaklumi, okeh.
Demo tuh apa ya? Bikin macet, rugi, buang – buang waktu. That’s right, beibeh? Oke deh, katanya demo itu bikin macet ya? Tapi, lihat realita dong, gak ada demo tetep aja macet kan,  tetap saja kemacetan selalu ada. Wah, katanya yang berdemo juga rugi loh, iya, memang mereka rugi karena mereka tahu arti berkorban. Mereka bukanlah  orang yg cuma tahu terus cuma bisa duduk di depan TV dan  berkata "kasihan" kepada masyarakat miskin, tertindas, terdzalimi. Mereka itu orang – orang yang tidak hanya peduli namun juga empati, yang berani berkoar – koar dengan aksinya. Apalagi? Buang – buang waktu? Masih bisa ngatain orang – orang yang lebih berguna, dari pada kita yang hanya diam buang – buang waktu? Lebih tepatnya bukan memBUANG waktu, mereka meNYUMBANGkan waktunya untuk menyuarakan suara rakyat dan masyarakat padahal mereka sendiri fine – fine aja dengan keputusan, kebijakan yang telah dibuat.
Terus bagaimana dengan para mahasiswa yang berdemo – demo ria itu? Emang kenapa sih? Mereka tahu kok, kapan waktu demo dan  kapan waktu untuk belajar. Eits, katanya pemerintah tuh punya alasan dan maksud yang baik ya? Iya, layaknya pemerintah, demonstran juga punya alasan  dan maksud baik, hanya saja pemerintah dan mahasiswa memiliki cara yang berbeda untuk mewujudkan maksud baik itu. Pemerintah dan mahasiswa sama – sama  manusia wajar jika keliru. Jadi cukup jelas, bahwa merekalah yang sebenarnya PEJUANG, kita hanya PENIKMAT saja. Jadi kita harus tahu diri untuk mengontrol lidah kita untuk mengecam PEJUANG kita, caranya mungkin kurang menyenangkan, tapi maksudnya bisa menjadi alasan untuk tidak memaki mereka.
Hah, terkadang kita itu hanya mengeluh, dan menganggap orang – orang  yang  berdemo itu useless dan kurang kerjaan, memang udah berbuat apa kita untuk menyuarakan aspirasi? Wah – wah, cuma jago ngomentarin aja nih ya, haha. Mending ini demo, ketahuan maksud dan tujuannya. Setidaknya ada usaha nyata yang dilakuin sebagai wujud protes, bukan cuma berani update status di Sosmed aja!
So, pada dasarnya buat aku demo gak ada masalah. Asalkan, memang sebelumnya sudah dirundingkan secara damai namun tidak didengar, tidak digubris, tidak ditindak lanjuti dengan cepat, sehingga memilih jalan demo, dan pada saat pelaksanaan demo don’t be anarkis, tidak merusak kepentingan umum, dan demo itu jelas tujuan dan manfaatnya. Tunjukin juga kalau demo kalian itu berguna, beretika, dan menunjukan kalian itu dari kaum berintelektual yang tidak asal berkoar rusuh, itu sih kampungan kalo ada rusuh – rusuhnya.
Jadi, untuk kalian yang berdemo, semoga dibalas kebaikannya..
Dan untuk yang tidak ikut demo, cukup saling menghormati saja, tidak usah kebanyakan komentar nyinyir, gak capek apa bibir kamu nyinyirin orang, haha.

Minggu, 20 September 2015

Haruskah MAKRAB?



Hai kawanku sayang, terutama para mahasiswa baru. Eh, lagi booming - boomingnya acara MAKRAB ya kesayangan - kesayanganku, apa sih MAKRAB itu? Apa perlunya MAKRAB itu?
Malam Keakraban alias MAKRAB, kenapa harus malam? Kenapa gak pagi, siang, sore atau start from morning until afternoon?
Ya, oke.  Sudah tidak asing bagi mahasiswa tentang MAKRAB, dari namanya saja sudah kelihatan bahwa malam dimana para MABA alias mahasiswa baru mengakrabkan diri dengan teman seangkatan (sama – sama maba) atau lintas angkatan (senior), lintas jurusan juga bisa, barang kali ketemu yang cocok sekalian cari jodoh gitu ceritanya, haha. Yang terpenting supaya tidak ada jarak kesenjangan antara senior dan maba, intinya acara ini untuk mengakrabkan, mengakrabkan dari yang belum kenal menjadi kenal, yang belum akrab menjadi akrab.
Lalu kenapa dipilih malam hari sebagai sebutannya? Padahal kan acaranya tidak hanya melibatkan malam hari saja. Yasudahlah mungkin udah dari dulu kayak gitu masak mau dirubah kan gak penak sama pencetusnya, hoho. Dan mungkin kata malam itu so sweet ya, hh.
Pada intinya makrab itu penting karena disana kita bisa sharing tentang perkuliahan, dapet informasi tentang kampus, curhat umum, ajang menunjukan bakat dan keaktifan, nambah kenalan, dapet pacar (kalo yang dapet), haha. Tapi gak terlalu penting sih ya, toh sebenernya hal – hal seperti itu berjalan dengan sendirinya dan satu hal lagi gak usah bingung – bingung cari jodoh, jodoh sudah ada yang mengatur tinggal sabar nunggu ketemu waktunya aja ( eh, ketemu orangnya juga), haha.

Jangan Salah Menobatkan

Terkadang, aku hanya menilai dari luar, sebenernya jarang sih ya (buat aku). Mungkin memang wajar, pertama yang dilihat pasti luarnya dulu tapi luar tidak cukup. Lalu apa dong? Bagaimana dengan hati, seperti orang bijak berkata: “Dalam lautan bisa diukur namun dalamnya hati siapa yang tahu.” Dan lagi lagi, salah menilai orang. Terkadang aku juga bingung, sudah percaya bahwa seseorang itu bisa dipercaya, namun apa? Menusuk dari belakang? Ah, sudahlah. Namanya juga manusia, toh diri sendiri juga belum tentu benar. Perlukah memilih teman, kawan, apalagi pasangan hidup? Haha. Perlu sepertinya dan itu mengingatkan ku  pada perkataan sahabatku “Sar, Ojo kabeh wong mbok awori, aku reti kamu ki apikan, tapi rak mesti kabeh mbok balani to?” (“Sar, jangan semua orang kamu temenin, aku tahu kamu tuh baik hati tapi tidak semestinya  semua kamu jadiin teman ”). Namun namanya juga mencari, punya banyak teman itu asyik, hanya saja menempatkan alias memosisikan sebagai siapa itu yang terkadang belum benar. Bisa partner kerja atau bisnis, partner belajar, tempat curhat, atau partner hidup berumah tangga, haha loh ya. So, jangan salah memilih posisi teman sebagai siapa, apalagi salah memosisikan teman hidup nanti. Hh.