Ancaman Fundamentalisme terhadap NKRI
Oleh: Ayu Nurul Sarah
Oleh: Ayu Nurul Sarah
Dewasa ini, telah banyak terlihat diberbagai belahan dunia beberapa
gerakan yang mengatas namakan beberapa agama. Banyak perspektif yang muncul
dikalangan masyarakat dunia. Sebagian diantaranya beranggapan bahwa gerakan
tersebut hanyalah sebuah prospek, sebagian lainnya beranggapan hal ini adalah
ancaman, ada juga yang acuh tak acuh sedang secara tidak langsung ataupun
langsung mereka juga merasakan akibatnya. Asumsi bahwa gerakan keagamaan adalah
sebuah ancaman secara jelas ancaman militer adalah fokus utamanya, namun ada
sudut lain yang lebih membahayakan yaitu ancaman nirmiliter atau biasa disebut
ancaman asimetris.
Penguasaan terhadap suatu Negara dengan cara-cara
lama melalui jalan perang secara langsung sudah mulai ditinggalkan berganti
dengan strategi perang secara tidak langsung dengan menguasai kehidupan secara
multidimensi. Di sadari atau tidak, ancaman
asimetris adalah “bom waktu” yang siap meledak sewaktu- waktu dimanapun dan
kapanpun. Lingkup mendasar asimetris ini adalah ideologi.
Setelah
keruntuhan Uni Soviet paham komunis memudar popularitasnya. Namun, bila
menerawang sejarah ibu pertiwi belasan tahun silam, Indonesia menjadi salah satu
basis komunis yang beberapa kali melakukan kudeta melawan pemerintahan dan
berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis. Metamorfosis
dari penganut paham komunis yang telah melebur kedalam elemen-elemen masyarakat
melalui buku-buku tulisan komunis yang disebarluaskan sewaktu-waktu dapat
mengancam Indonesia.
Adanya gerakan radikalisme,
atau gerakan yang menaruh harapan kuat terhadap kerajaan Tuhan yang akan datang
di bumi dimana ditandai dengan kedamaian serta keadilan, yang memiliki keinginan
merubahan suatu kondisi atau semua aspek kehidupan masyarakat hingga tuntas.
Gerakan tersebut memberikan indikasi bahwa ancaman beberapa ideologi masih
potensial. Disebabkan oleh paham ini ideologi Pancasila
cenderung tergugah dengan adanya kelompok-kelompok tertentu yang mengedepankan
faham liberal atau kebebasan tanpa batas. Para intelektual melalui peperangan
informasi baik melalui radio, televisi hingga internet mengembangkan pengaruh
ini. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila
ke ideologi liberalisme. Jika hal itu terjadi, akibatnya rasa nasionalisme
bangsa akan hilang.
Dari sudut pandang
yang berbeda terlihat suatu gerakan yang tidak kalah ketenaranya dengan gerakan
radikalisme. Fundamentalis adalah sebuah keyakinan serta keinginan untuk mengembalikan
segala tatanan Negara ataupun dunia kepada dasar - dasar agama, sehingga hal
ini lah yang menimbulkan masyarakat
memberi pengertian positif dan negatif. Dari sisi positif, fundamentalisme diartikan sebagai pemecahan
masalah dalam ranah kemaslahatan publik yang didasari dari kitab – kitab agama,
dalam pengertian fundamentalis positif dapat kita ambil contoh gerakan
orientalis dalam Kristen, gerakan Hizbut Tahrir dalam Islam. Dalam hal ini agar
mendapatkan pengakuan dari suatu Negara, mereka memasukan ideologi mereka dengan
cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung, mereka tidak serta merta
melakukan pergerakan secara fisik tetapi dengan mengikis ideologi yang semula
dianut dengan sesuatu yang berlainan dengan ideologi awal.
Sudah jelas bahwa
Fundamentalisme positif yang dikatakan masyarakat memang sebuah ancaman
ideologi, sedangkan fundamentalisme dalam artian negatif adalah suatu konsep
bahwa teks dalam kitab – kitab agama tadi sebagai sumber kekerasan yang disebut
sikap radikalisme ekstrem contohnya seperti ISIS ( Islamic State of Iraq and
Syiria ) yang muncul dari situasi politik Timur Tengah yang tak ujung usai
akibat perang berkepanjangan di Irak, Suriah, Mesir, dan Yordania beberapa
tahun terakhir. Sehingga dari beberapa dialog dan diskusi fundamentalisme selalu
dikait – kaitkan dengan radikalisme. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemprakarsa
gerakan radikalisme yaitu spirit fundamentalisme.
Bagi kaum Fundamentalis, agama adalah ekspresi tatanan Tuhan, sebagaimana
secara skematis dipertentangkan dengan tatanan sekuler kita. Dalam perspektif
ini, kekuasaan Tuhan menggantikan kekuasaan manusia. Hal ini sebenarnya
memperjelas kenyataan bahwa fundamentalisme bukan semata kebangkitan pandangan
dunia agama pramodern. Fundamentalisme lebih merupakan preferensi kebijakan
praktis, para fundamentalis tidak memperdebatkan tentang klub – klub
intelektual, juga tidak menyibukkan diri ikut dalam kontroversi teologis. Padahal
yang kita ketahui latar belakang munculnya gerakan fundamentalisme adalah atas
dasar teologis yang sangat radikal, keras, tidak toleran, tertutup dari
pengaruh luar, tidak kenal kompromi.
Para fundamentalis agama adalah para aktivis ideologis dan politis
terutama yang berkaitan dengan kekuatan politik. Ia bukan fundamentalisme agama
yang terbatas pada Islam. Sebagaimana diperlihatkan oleh banyak review
pemikiran tentang peristiwa – peristiwa politik di Dunia, ia lebih merupakan
fenomena global. Penggunaan agama untuk tujuan – tujuan politik lebih jauh
dapat diamati disemua agama besar dunia, termasuk Hinduisme, Buddhisme, Confusianisme,
Kristen dan Yahudi. Di dunia modern, seperti dunia – dunia masa lalu yang
dicirikan oleh diversitas budaya, wilayah – wilayah atau pandangan - pandangan dunia menuntut kesadaran
peradaban dengan menggandengkan kultur – kultur lokal bersama – sama secara
politik. Dalam konteks ini fundamentalisme agama bergerak ke tengah sebagai
ekspresi ideologi politik.
Para fundamentalis agama juga menolak adanya demokrasi, mereka
menilai konsep demokrasi sebagai kedaulatan rakyat sangat bertentangan dengan
konsep kedaulatan Tuhan. Pemikir –pemikir yang teosentrik itu, yang
kebanyakannya mengutip pandangan dari pemikir yang sama pada abad pertengahan,
menilai bahwa pengakuan kedaulatan manusia merupakan pelanggaran akidah.
Menurut mereka, jika manusia memiliki kedaulatan, berarti mereka berhadapan
dengan kedaulatan Tuhan, sebagai satu – satunya kedaulatan yang diakui dalam
konsep teologi fundamenlisme.
Memang benar, bahwa kedaulatan transenden atau hakikinya kedaulatan
adalah milik Tuhan, tetapi ketika kedaulatan Tuhan akan dilaksanakan dimuka
bumi, maka ia harus diterjemahkan dalam bentuk pemerintahan (kedaulatan)
manusia yang menyejarah. Dengan ini makna manusia sebagai kholifah Tuhan ialah
kedaulatan Tuhan terlaksana dan membumi, diselenggarakan dalam bentuk
kedaulatan manusia yang menyejarah dan membudaya dalam ruang dan waktu dalam sebuah Negara.
Begitulah yang dilakukan oleh para fundamentalis agama, mereka menegakkan
keyakinannya dengan cara mengonsep dunia yang khusus berdasarkan agama,
mereka memberikan alasan – alasan untuk menarik garis – garis kesalahan di antara
peradaban yang bersaing. Dalam kapasitas ini, fundamentalisme agama menjadi ideologi
untuk mendorong konflik, bukan strategi untuk membantu perdamaian antara budaya
– budaya lokal dan peradaban regional. Butir – butir ideologi fundamentalisme
yang mulai berkembang di Dunia bahkan sudah merasuk ke Indonesia dan mengancam
ideologi kita. Ideologi Pancasila.
Akibat adanya ideologi fundamentalisme itu selalu timbul masalah
dari umat beragama di Indonesia yaitu hubungan timbal balik antara agama dan Pancasila.
Pengamalan Pancasila sebagai ideologi Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia,
merupakan kewajiban konstitusional. Namun, dalam konteks ini, Pancasila harus
pula dipandang sebagai bagian ajaran luhur semua agama, karena memang Pancasila
itu sendiri telah mengandung nilai – nilai agama. Walaupun selama ini ada
semacam slogan bahwa Pancasila tidak bisa diagamakan dan agama tidak boleh diPancasilakan.
Pancasila memang bukanlah agama dan tidak merupakan sinkretisasi
ajaran agama – agama, tetapi Pancasila bukan pula produk pemikiran sekuler yang
bertentangan dengan budaya religius Indonesia. Pancasila adalah anak kandung dari
budaya Indonesia yang sudah sejak dahulu kala menjadikan agama sebagai etosnya. Karena itu tak ada
jalan bagi perusak ideologi yang mengatas namakan agama untuk melepaskan Pancasila
menjadi sekuler, sebab hal itu berarti memisahkan bangsa Indonesia dari jati
diri religiusnya. Sehingga tak ada jalan untuk memformalkan agama tertentu
dalam memaknai Pancasila, apalagi ingin menggantikannya, karena hal itu
merupakan pengingkaran terhadap keragaman agama, etnis dan budaya yang sudah
menjadi diri keIndonesiaan kita.
Adanya garis – garis kesalahan ini, manusia harus mulai membangun
jembata – jembatan (penghubung), bukan peperangan, diantara peradaban –
peradaban. Kita harus meninjau pemahaman bagaimana peradaban berfungsi dan berinteraksi,
dan kita perlu mengidentifikasi apa yang benar – benar menentukan perasaan
identitas masyarakat dan komitmen – komitmen yang meninggalkan kerangka
fundamentalisme. Mengamalkan nilai – nilai
universal agama dengan cara tidak egois pada satu konsep agama dalam
konteks kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat secara keindonesiaan
adalah pengamalan cara hidup ber-Pancasila.
Jadi untuk menangkal ancaman gerakan yang mengatas namakan agama di
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) perlu bagi kita memahami arti
ideologi Pancasila. Menurut founding
father, Pancasila sebagai ideologi Indonesia merupakan konsep yang utuh dan
memiliki tameng yang luar biasa bagi kemakmuran NKRI. Maka dari itu kita harus
menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa
persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia.