Sabtu, 26 Desember 2015

Ancaman Fundamentalisme terhadap NKRI



Ancaman Fundamentalisme terhadap NKRI
Oleh: Ayu Nurul Sarah
Dewasa ini, telah banyak terlihat diberbagai belahan dunia beberapa gerakan yang mengatas namakan beberapa agama. Banyak perspektif yang muncul dikalangan masyarakat dunia. Sebagian diantaranya beranggapan bahwa gerakan tersebut hanyalah sebuah prospek, sebagian lainnya beranggapan hal ini adalah ancaman, ada juga yang acuh tak acuh sedang secara tidak langsung ataupun langsung mereka juga merasakan akibatnya. Asumsi bahwa gerakan keagamaan adalah sebuah ancaman secara jelas ancaman militer adalah fokus utamanya, namun ada sudut lain yang lebih membahayakan yaitu ancaman nirmiliter atau biasa disebut ancaman asimetris.
Penguasaan terhadap suatu Negara dengan cara-cara lama melalui jalan perang secara langsung sudah mulai ditinggalkan berganti dengan strategi perang secara tidak langsung dengan menguasai kehidupan secara multidimensi. Di sadari atau tidak, ancaman asimetris adalah “bom waktu” yang siap meledak sewaktu- waktu dimanapun dan kapanpun. Lingkup mendasar asimetris ini adalah ideologi.
                  Setelah keruntuhan Uni Soviet paham komunis memudar popularitasnya. Namun, bila menerawang sejarah ibu pertiwi belasan tahun silam, Indonesia menjadi salah satu basis komunis yang beberapa kali melakukan kudeta melawan pemerintahan dan berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis. Metamorfosis dari penganut paham komunis yang telah melebur kedalam elemen-elemen masyarakat melalui buku-buku tulisan komunis yang disebarluaskan sewaktu-waktu dapat mengancam Indonesia.
            Adanya gerakan radikalisme, atau gerakan yang menaruh harapan kuat terhadap kerajaan Tuhan yang akan datang di bumi dimana ditandai dengan kedamaian serta keadilan, yang memiliki keinginan merubahan suatu kondisi atau semua aspek kehidupan masyarakat hingga tuntas. Gerakan tersebut memberikan indikasi bahwa ancaman beberapa ideologi masih potensial. Disebabkan oleh paham ini ideologi Pancasila cenderung tergugah dengan adanya kelompok-kelompok tertentu yang mengedepankan faham liberal atau kebebasan tanpa batas. Para intelektual melalui peperangan informasi baik melalui radio, televisi hingga internet mengembangkan pengaruh ini. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal itu terjadi, akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
            Dari sudut pandang yang berbeda terlihat suatu gerakan yang tidak kalah ketenaranya dengan gerakan radikalisme. Fundamentalis adalah sebuah keyakinan serta keinginan untuk mengembalikan segala tatanan Negara ataupun dunia kepada dasar - dasar agama, sehingga hal ini lah yang  menimbulkan masyarakat memberi pengertian positif dan negatif. Dari sisi positif,  fundamentalisme diartikan sebagai pemecahan masalah dalam ranah kemaslahatan publik yang didasari dari kitab – kitab agama, dalam pengertian fundamentalis positif dapat kita ambil contoh gerakan orientalis dalam Kristen, gerakan Hizbut Tahrir dalam Islam. Dalam hal ini agar mendapatkan pengakuan dari suatu Negara, mereka memasukan ideologi mereka dengan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung, mereka tidak serta merta melakukan pergerakan secara fisik tetapi dengan mengikis ideologi yang semula dianut dengan sesuatu yang berlainan dengan ideologi awal.
            Sudah jelas bahwa Fundamentalisme positif yang dikatakan masyarakat memang sebuah ancaman ideologi, sedangkan fundamentalisme dalam artian negatif adalah suatu konsep bahwa teks dalam kitab – kitab agama tadi sebagai sumber kekerasan yang disebut sikap radikalisme ekstrem contohnya seperti ISIS ( Islamic State of Iraq and Syiria ) yang muncul dari situasi politik Timur Tengah yang tak ujung usai akibat perang berkepanjangan di Irak, Suriah, Mesir, dan Yordania beberapa tahun terakhir. Sehingga dari beberapa dialog dan diskusi fundamentalisme selalu dikait – kaitkan dengan radikalisme. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemprakarsa gerakan radikalisme yaitu spirit fundamentalisme.
Bagi kaum Fundamentalis, agama adalah ekspresi tatanan Tuhan, sebagaimana secara skematis dipertentangkan dengan tatanan sekuler kita. Dalam perspektif ini, kekuasaan Tuhan menggantikan kekuasaan manusia. Hal ini sebenarnya memperjelas kenyataan bahwa fundamentalisme bukan semata kebangkitan pandangan dunia agama pramodern. Fundamentalisme lebih merupakan preferensi kebijakan praktis, para fundamentalis tidak memperdebatkan tentang klub – klub intelektual, juga tidak menyibukkan diri ikut dalam kontroversi teologis. Padahal yang kita ketahui latar belakang munculnya gerakan fundamentalisme adalah atas dasar teologis yang sangat radikal, keras, tidak toleran, tertutup dari pengaruh luar, tidak kenal kompromi.
Para fundamentalis agama adalah para aktivis ideologis dan politis terutama yang berkaitan dengan kekuatan politik. Ia bukan fundamentalisme agama yang terbatas pada Islam. Sebagaimana diperlihatkan oleh banyak review pemikiran tentang peristiwa – peristiwa politik di Dunia, ia lebih merupakan fenomena global. Penggunaan agama untuk tujuan – tujuan politik lebih jauh dapat diamati disemua agama besar dunia, termasuk Hinduisme, Buddhisme, Confusianisme, Kristen dan Yahudi. Di dunia modern, seperti dunia – dunia masa lalu yang dicirikan oleh diversitas budaya, wilayah – wilayah atau pandangan  - pandangan dunia menuntut kesadaran peradaban dengan menggandengkan kultur – kultur lokal bersama – sama secara politik. Dalam konteks ini fundamentalisme agama bergerak ke tengah sebagai ekspresi ideologi politik.
Para fundamentalis agama juga menolak adanya demokrasi, mereka menilai konsep demokrasi sebagai kedaulatan rakyat sangat bertentangan dengan konsep kedaulatan Tuhan. Pemikir –pemikir yang teosentrik itu, yang kebanyakannya mengutip pandangan dari pemikir yang sama pada abad pertengahan, menilai bahwa pengakuan kedaulatan manusia merupakan pelanggaran akidah. Menurut mereka, jika manusia memiliki kedaulatan, berarti mereka berhadapan dengan kedaulatan Tuhan, sebagai satu – satunya kedaulatan yang diakui dalam konsep teologi fundamenlisme.
Memang benar, bahwa kedaulatan transenden atau hakikinya kedaulatan adalah milik Tuhan, tetapi ketika kedaulatan Tuhan akan dilaksanakan dimuka bumi, maka ia harus diterjemahkan dalam bentuk pemerintahan (kedaulatan) manusia yang menyejarah. Dengan ini makna manusia sebagai kholifah Tuhan ialah kedaulatan Tuhan terlaksana dan membumi, diselenggarakan dalam bentuk kedaulatan manusia yang menyejarah dan membudaya dalam ruang dan waktu   dalam sebuah Negara.
Begitulah yang dilakukan oleh para fundamentalis agama, mereka menegakkan keyakinannya  dengan  cara mengonsep dunia yang khusus berdasarkan agama, mereka memberikan alasan – alasan untuk menarik garis – garis kesalahan di antara peradaban yang bersaing. Dalam kapasitas ini, fundamentalisme agama menjadi ideologi untuk mendorong konflik, bukan strategi untuk membantu perdamaian antara budaya – budaya lokal dan peradaban regional. Butir – butir ideologi fundamentalisme yang mulai berkembang di Dunia bahkan sudah merasuk ke Indonesia dan mengancam ideologi kita. Ideologi Pancasila.
Akibat adanya ideologi fundamentalisme itu selalu timbul masalah dari umat beragama di Indonesia yaitu hubungan timbal balik antara agama dan Pancasila. Pengamalan Pancasila sebagai ideologi Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, merupakan kewajiban konstitusional. Namun, dalam konteks ini, Pancasila harus pula dipandang sebagai bagian ajaran luhur semua agama, karena memang Pancasila itu sendiri telah mengandung nilai – nilai agama. Walaupun selama ini ada semacam slogan bahwa Pancasila tidak bisa diagamakan dan agama tidak boleh diPancasilakan. 
Pancasila memang bukanlah agama dan tidak merupakan sinkretisasi ajaran agama – agama, tetapi Pancasila bukan pula produk pemikiran sekuler yang bertentangan dengan budaya religius Indonesia. Pancasila adalah anak kandung dari budaya Indonesia yang sudah sejak dahulu kala menjadikan  agama sebagai etosnya. Karena itu tak ada jalan bagi perusak ideologi yang mengatas namakan agama untuk melepaskan Pancasila menjadi sekuler, sebab hal itu berarti memisahkan bangsa Indonesia dari jati diri religiusnya. Sehingga tak ada jalan untuk memformalkan agama tertentu dalam memaknai Pancasila, apalagi ingin menggantikannya, karena hal itu merupakan pengingkaran terhadap keragaman agama, etnis dan budaya yang sudah menjadi diri keIndonesiaan kita.
Adanya garis – garis kesalahan ini, manusia harus mulai membangun jembata – jembatan (penghubung), bukan peperangan, diantara peradaban – peradaban. Kita harus meninjau pemahaman bagaimana peradaban berfungsi dan berinteraksi, dan kita perlu mengidentifikasi apa yang benar – benar menentukan perasaan identitas masyarakat dan komitmen – komitmen yang meninggalkan kerangka fundamentalisme. Mengamalkan nilai – nilai  universal agama dengan cara tidak egois pada satu konsep agama dalam konteks kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat secara keindonesiaan adalah pengamalan cara hidup ber-Pancasila.
Jadi untuk menangkal ancaman gerakan yang mengatas namakan agama di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) perlu bagi kita memahami arti ideologi Pancasila. Menurut founding father, Pancasila sebagai ideologi Indonesia merupakan konsep yang utuh dan memiliki tameng yang luar biasa bagi kemakmuran NKRI. Maka dari itu kita harus menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia.